BLISA NOVERTASARI .S
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Metal merupakan elemen khemis yang sering lebih sulit untuk mengkharakteristikkannya daripada elemen yang lain. Biasanya pada keadaan normal metal merupakan benda padat, kecuali Hg (mercury) dan kemungkinan juga Gallium yang berbentuk liquid. Hydrogen juga merupakan gas pada temperatur kamar yang normal. Logam mempunyai sifat khas yang sulit dimiliki oleh substansi lain, yaitu bila dipolis menunjukkan permukaan yang berkilat. Secara umum, metal yang beku lebih keras, lebih kuat dan lebih padat daripada elemen-elemen yang lain. Metal mempunyai karakteristik yang lain yaitu mereka merupakan thermal dan electrical konduktor yang baik. Dalam hal ini definisi yang baik untuk suatu logam bila dipandang dari sudut khemis bukan dari sudut fisisnya, yaitu setiap elemen khemis yang berionisasi positif didalam larutannya disebut dengan logam.
Metalloids merupakan thermal dan electical konduktor yang baik tetapi tanpa berionisasi positif dalam larutannya, misalnya carbon, silicon, dan boron. Bahan-bahan ini dibeut metalloids karena sifatnya yang semi-metallic.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Solidifikasi Logam
Logam dapat diidentifikasikan menurut titik cairnya, titik didih dan sifat dasar fisis/khemis. Bila suatu logam dicairkan kemudian didinginkan dan bila temperatur dan waktu selama pembekuan dicatat, maka akan diperoleh suatu curve berikut.
Kelihatan temperatur akan turun secara teratur mulai dari A sampai B’ kemudian terjadi sedikit kenaikan temperatur sampai di B dan menjadi konstan sampai di C. Setelah ini temperatur kembali turun secara teraur sampai ke temperatur kamar. Tf merupakan Fusion/Melting Temperatur yang merupakan bagian yang lurus dari grafik.
Selama pembekuan akan terjadi pelepasan panas ketika logam tersebut berubah dari bentuk liquid sampai solid. Hal ini terjadi oleh karena adanya tenaga yang dikeluarkan bila cairan berubah menjadi padat. Panas ini disebut Latent Heat of Fusion. Pendinginan permulaan sampai B’ disebut dengan Super Cooling dan pada saat inilah terjadi permulaan kristalisasi.
Mekanisme Solidifikasi
Kristalisasi logam terbentuk oleh adanya difusi atom-atom yang dimulai dari inti kristalisasi yang terbentuk selama periode super cooling. Bila telah terbentuk inti ini maka kristal-kristal akan mulai tumbuh dan bercabang keluar berbentuk seperti Dendrite. Kristal-kristal ini tidak berbentuk secara teratur, tetapi membentuk posisi lattice secara tidak teraur. Metal merupakan bangunan dari berjuta-juga kristal yang kecil dan disebut dengan Poly Cristallin. Setiap kristal disebut dengan Grain dan grain ini tumbuh terus sehingga akhirnya akan membentuk Grain Boundaries.
Solidifikasi dapat digambarkan sebagai pertumbuhan inti kesegala arah yang berbentuk bola dan dalam waktu yang bersamaan bertambah besar secara konstan. Bila bola ini bertemu akan terjadi bentuk yang datar sepanjang permukaan yang bertemu itu. Walaupun demikian ada kristal-kristal yang tetap berbentuk spherical dan mempunyai diameter yang sama. Kristal seperti ini disebut Equiaxed.
Kontrol Terhadap Ukuran Kristal
Pada umumnya metal yang mempunyai ukuran kristal yang lebih kecil akan mempunyai sifat-sifat fisis yang lebih kuat. Oleh karena itu, merupakan suatu keuntungan untuk mendapatkan kristal yang kecil sewaktu casting. Dalam hal ini berhubungan dengan banyaknya inti kristalisasi sewaktu solidifikasi. Makin banyka inti makin banyak kristal dan tentunya dalam ukuran yang kecil. Hal ini dapat dikontrol dengan mengatur kecepatan pendinginan dimana lebih cepat keadaan liquid menjadi solid akan terjadi kristal yang lebih kecil. Apabila kristal yang terbentuk lebih cepat daripada pembentukan inti kristalisasi, kristalnya akan menjadi lebih besar. Dengan perkataan lain, pembentukan inti kristalisasi yang lebih cepat akan didapatkan ukuran kristal yang lebih kecil. Inti kristalisasi terbentuk selama waktu super cooling dan lebih besar derajat super cooling maka makin cepat pembentukan inti itu.
Grain Boundaries
Grain boundaries merupakan suatu daerah transisi diantara lattice yang berbeda tetapi bertetangga. Struktur lattice yang tidak teratur pada batas-batas kristal mengakibatkan sifat-sifat yang berbeda daripada sifat kristal itu sendiri. Batas kristal mempunyai resistensi yang lebih rendah terhadap gangguan khemis daripada kristalnya sendiri. Sebagai akibat keadaan ini pengotoran didalam metal sering terdapat pada grain boundaries daripada dalam kristalnya sendiri.
B. Wrought Metal (Logam Tempa)
Logam tempa merupakan logam-logam yang memperlihatkan sifat-sifat metallurgy yang tertentu dan umumnya tidak mempunyai hubungan dengan sifat-sifat struktur casting. Oleh karena itu logam tempa adalah setiap struktur logam yang dibuat secara mekanis dari logam casting.
Deformasi Logam
Stress yang ada dibawah proportional limit akan menyebabkan atom-atom didalam space lattice kristal hanya berpindah tempat dan menghasilkan strain yang bila stress dihilangkan kembali mereka akan kembali keposisinya semula. Sebaliknya, bila stress melampaui proportional limit akan terjadi deformasi permanen dan truktur tersebut tidak dapat kembali seperti semula, walaupun load telah dihilangkan. Bila perubahan bentuk ini berlangsung pada temperatur kamar disebut Cold Work, sedangkan pergeseran atom-atomnya disebut dengan Slip.
Slip Interference (Rintangan Pergeseran)
Slip interference adalah pergeseran yang timbul pada bagian dalam kristal tetapi akan sukar terjadi pada batas-batas kristal. Suatu metal yang diberi load akan menyebabkan pergeseran atom-atom sehingga terjadi slip. Pada logam ply kristalin bila terjadi slip dalam suatu kristal tunggal semua kristal juga akan mengalami slip yang sama besarnya. Umumnya batas kristal tidak rata sehingga pergeseran kristal antara satu dengan yang lainnya akan sukar terjadi.
Strain Hardening (Pengerasan oleh Strain)
Suatu logam dapat disebut lebih kuat dan lebih keras oleh karena atom-atomnya lebih sulit berpindah tempat. Metode-metode untuk merubah sifat suatu logam sehingga menjadi lebih kuat dan lebih keras disebut dengan strain hardening. Proses ini merupakan suatu hasil dari Cold Work. Kadang-kadang warna dari metal dapat berubah dengan jalan strain hardening. kekerasan permukaan, strength dan proportional limit dari metal akan bertambah dengan strain hardening. sebaliknya ductility dan resistensi terhadap korosi akan berkurang.
Annealing
Efek yang terjadi sehubungan dengan cold work misalnya strain hardening akan merendahkan ductility dan perubahan-perubahan grain, dapat dihilangkan dengan sedikit pemanasan pada metal tersebut. Proses ini disebut annealing yang merupakan proses yang relative, lebih tinggi titik cair metal yang dikerjakan lebih tinggi temperatur yang diperlukan untuk annealling. Terdapat 3 stage annealing, yaitu:
Stage I : Recovery
Terjadi sedikit penurunan tensile strength, tetapi ductility tidak berubah.
Stage II : Rekristalisasi.
Terjadi perubahan micro struktur (grain) yang radical. Pada temperatur ini atom-atom bergerak atau berdifusi dengan membentuk struktur kristal yang kecil dan regular. Grain yang lama digantikan oleh grain yang baru yang bebas strain.
Stage III : Grain Growth
Bila logam itu dipanaskan pada temperatur tertentu/terlalu tinggi atau dengan waktu yang terlalu lama dengan temperatur yang lebih rendah, kristal-kristal dapat bersatu dan bertumbuh.
Annealing dapat dihentikan dengan memasukkan struktur panas tersebut kedalam air, yang disebut dengan proses Quenching.
Gold Foil
Emas merupakan bahan yang paling malleable sehingga dapat dibuat lembaran-lembaran yang sangat tipis yang dapat ditembus oleh cahaya. Oleh karena emas murni itu lunak maka tidak dapat dipakai didalam mulut kecuali dalam bentuk gold foil. Emas murni termasuk logam yang tidak mengalami tarnish dan korosi dalam keadaan murni. Bila permukaan foil itu benar-benar bersih maka dapat dipatri sehingga berkontak satu sama lain yang disebut Cohesive Gold Foil. Ada kemungkinan foil ini terkontaminasi dengan gas sehingga tidak mau dipatri yang disebut Non Cohesive Gold Foil, ini disebabkan oleh karena adanya gas-gas yang diabsorber oleh gold foil tersebut. Untuk menghilangkan gas atau kotoran pada permukaan gold foil dapat dilakukan dengan pemanasan yang disebut Degasing.
C. Alloy
Klasifikasi Alloy
Menurut jumlah elemen:
- Binary alloy : terdiri dari 2 elemen
- Ternary alloy : terdiri dari 3 elemen
Menurut kelarutan :
- Solid solution : alloy yang mempunyai atom-atom yang bercampur secara teratur didalam space latticenya dengan struktur yang lebih homogen.
- Alloy eutetik : alloy yang tidak soluble secara kompleks atau hanya sebagian soluble, sehingga ada bagian yang mempunyai kristal dari satu logam murninya.
- Intermetallic compound : alloy yang membentuk formula kimiawi yang baru.
- Mixed alloy : campuran dari ketiganya.
Solid Solution
Contohnya adalah sulfur yang dicampur dengan paladium sehingga akan membentuk cairan sulfur dalam paladium. Dalam hal solid solution, solvent adalah metal yang mempunyai space lattice tetap seperti semula, dan solute adalah logam yang lain. Bila kedua logam mempunyai space lattice yang sama, solvent adalah metal yang mempunyai atom lebih dari ½ jumlah keseluruhan atom dalam space lattice.
Faktor yang Menentukan Solid Solution, yaitu:
1. Ukuran atom
Bila ukuran atom metal tersebut berbeda tidak lebih dari 15% maka merupakan hal yang cocok untuk terjadinya solid solution. Namun, bila lebih dari 15% akan terjadi alloy eutektic.
2. Valensi
Metal dengan valensi dan ukuran yang sama lebih mudah akan membentuk solid solution daripada yang berbeda valensinya. Bila valensi berbeda, metal dengan valensi yang lebih tinggi lebih mudah larut dalam metal dengan valensi yang lebih rendah.
3. Chemical affinity
Bila metal tersebut mempunyai chemical affinity yang tinggi mereka lebih cenderung untuk membentuk intermediate phase selama solidifikasi.
4. Type lattice
Metal dengan tipe lattice yang sama dapat membentuk solid solutions secara complete, terutama bila ukuran atom berbeda kuran dari 8%.
Sifat Fisis Solid Solution
Bila terjadi substitutional struktur lattice dari metal solvent dapat terjadi ekspansi atau kontraksi oleh karena masuknya atom-atom solute. Bila atom solute menggantikan atom solvent, perbedaan ukuran atom akan menghasilkan distorsi yang terlokalisir didalam lattice, sehingga slip sukar terjadi, sehingga strength, proportional limit dan kekerasan permukaan akan bertambah, sedangkan ductility menurun. Dengan kata lain, alloying metak akan dapat memperkuat metal tersebut. Secara umum, lebih banyak metal solute ditambahkan kedalam solvent strength dan hardness yang terjadi akan menjadi lebih besar.
Constitutions Diagram dan Coring (Pembentukan Inti)
Pada titik B dimulai solidifikasi dan terjadi sebagai alloy liquid, sedang yang sebagian lain solid. Sampai pada titik C dimana semua alloy menjadi solid. Garis yang menghubungkan titik B disebut dengan Garis Liquidus. Sedang garis yang menghubungkan titik C disebut dengan Garis Solidus.
Bila temperatur turun sampai titik B maka terbentuk nukleus pertama yang terdiri dari inti Paladium, tetapi setelah temperatur turun seterusnya maka pembentukan inti paladium berkurang dan digantikan dengan pembentukan inti Ag sampai keseluruhan alloy ini menjadi padat pada keseluruhan titik C. Pembentukan core (inti) dimulai oleh logam yang mempunyai titik cair yang lebih tinggi diantara dendrite dan matrix.
Alloy Eutektik
Constitution Diagram Silver Copper System
Garis ABEGD : garis solidus
Garis AED : garis liquidus
Garis solidus dan liquidus bertemu pada titik E.
Sifat fisis alloy eutektik :
- Tidak tergantung dari komposisinya
- Mudah menjadi brittle oleh karena ada bagian yang insoluble, sehingga strength dan hardness akan menurun.
- Mempunyai titik cair lebih rendah daripada metal aslinya
Sifat fisis alloy secara umum untuk dijadikan dental restorasi:
- Mempunyai derajat resistensi terhadap tarnish dan korosi didalam mulut.
- Resistensi terhadap stress tanpa menimbulkan deformasi permanen atau fraktur.
Kontrol terhadap Sifat-Sifat Fisis
Ada 3 jalan memperbaiki sifat-sifat fisis dari alloy yaitu :
1. Strain hardening
Selama strain hardening dari suatu restorasi menyebabkan pergeseran atom atau grain, sehingga akan lebih menyulitkan terjadinya slip apabila diberikan stress lebih lanjut.
Effek : Proportional limit, ultimate strength dan hardness bertambah, tetapi ductility berkurang
Relief : alloy dipanaskan sampai temperatur rekristalisasi sehingga terjadi relaksasi. Atom-atom berdifusi pada posisi yang baru dengan ukuran grain yang terkecil.
2. Alloying
Logam-logam yang berlainan dan dialloykan satu dengan yang lain sehingga atom solute akan menggantikan atom-atom solvent didalam grain secara teratur.
Effek : Proportional limit, ultimate strength dan hardness bertambah, tetapi ductility berkurang, oleh karena adanya gaya tarik-menarik atom solute yang lebih besar dari atom-atom solvent sendiri, sehingga atom solvent akan berpindah tempat dari posisinya yang biasa.
Relief : effek ini permanen dan khas untuk suatu komposisi alloy tertentu.
3. Heat treatment
Effek : Proportional limit, ultimate strength dan hardness bertambah, tetapi ductility berkurang oleh karena super lattice berbeda dengan lattice yang semula sehingga akan menghalangi terjadinya pergeseran.
Relief : alloy dipanaskan sampai temperatur tinggi kemudian dilakukan quenching, sehingga sifat-sifat lain akan menurun.
DAFTAR PUSTAKA
- Syafiar L, Rusfian, Sumadhi S, Yudhit A, Harahap KI, Adiana ID. Bahan Ajar Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran gigi. 1st ed, Medan. USU Press, 2011: 204-22.